DIALOG PRESIDEN DENGAN MBOK MINTUL


DIALOG PRESIDEN DENGAN MBOK MINTUL : oleh Poncowae Law



Distatus kemarin tuan Presiden berdialog dengan Penyair. sekarang tuan Presiden berdialog dengan pedagang ketupat sayur yang bernama mbok Mintul. sebagai gambaran. Mbok Mintul boleh dibilang kerabat dekatku dari silsilah/garis keturunan dari Nabi Adam dan ibu Hawa. orangnya boleh dibilang keibuan, ini bisa kita lihat setiap hari memakai kebaya tradisional dan memakai konde. walau beliau berstatus janda setengah he'em, tapi cukuplah kita kayal sendiri-sendiri ya? Yang jelas jangan membayangkan Mbok Mintul sedang nyusur pakai kinang lho! pasti kamu bukannya tertarik melihat tingkah polah kesehariannya. baik di lingkungan dan dalam keluarga, malah muntah melihat mulutnya berwarna merah kerna kinang dan susurnya. hehehik



sebelum kita masuk ke dialognya dengan Presiden, lebih dahulu kita masuk ke dialog dengan putra tunggalnya yang biasa dipanggil Tole. dalam bahasa jawa Tole itu panggilan untuk anak laki-laki yang belum akil balik.



ini dialog Mbok Mintul dan Si Tole :



Pada suatu hari mbok Mintul menasehati putranya Tole panjang lebar. Entah apa nasehatnya, aku sendiri tidak tahu kenapa putranya yang pendiam ini dinasehati seperti itu layaknya kata terakhir sebelum mbok Mintul bersanding selamanya dengan penciptanya, Allah ta'ala.



Mbok Mintul : "Kalau si Fulan itu anaknya pintar maka kamu harus jadi anak yang cerdas.... lha kalau si Fulan anaknya cerdas kamu harus cerdik. paham putraku?"



Tole : "Bukannya antara cerdik dengan licik itu saudara kembar mbok?



Mbok Mintul : "Yang bener?"


Tole : "Simbok itu bagaimana sih? sering melihat TV kok tidak pernah tahu si cerdik dan si licik lolos dari tuduhan korupsi?"



mbok Mintul : "Ooo kalau yang itu sih simbok tahu. Mereka berdua merasa diatas langit tidak ada langit lagi kecuali egonya."



Tole : "Apakah mereka tidak beriman terhadap adanya yang Esa ya mbok?



Mbok MIntul : "Yo mboh yo! Simbok tidak berhak menghujat apalagi menyatakan yang bukan wewenang simbok. Yang simbok tahu... do'a orang tua pastinya yang paling tinggi dan baik buat anak-anak keturunannya, Tole?"


Tole : "Tole mengerti mbok."


Mbok Mintul : "sekarang terseraha kamu.... kamu ingin jadi anak pintar... cerdas.... cerdik... bodoh.... tinggal kamu pilih yg mana?"


Tole : "Tole memohon kepada Allah agar tole dijadikan anak yang Soleh mbok. dengan pilihan itu pastinya Allah tidak mau umatnya yang bernama Tole menjadi sesuatu umat-Nya yang tidak bermanfaat bagi lingkungan, keluarga dan agamanya."


Mbok Mintul terharu



(maaf, ini tulisan spontan. kalau tidak berkenan omelin mbok Mintul ya? wakakkkkkk)





Langsung kita sambung dengan kekesalanku dengan sikap Mbok Mintul terhadapku dan orang lain :





Ingin rasanya aku berargumen dengan mbok Mintul atas seringnya berucap ke orang lain atas tindakan orang lain (kemungkinan juga ditujukan kepadaku) dengan kalimat yang itu-itu saja. sepintas kalimat yang diucapkan dapat kita amini. tapi otakan bertanya, mengapa mbok Mintul selalu berkata (bisa jadi meremehkan/mengecilkan orang lain dengan ucapan yang selalu satu kata ini dipadukan dengan kalimat y...ang lain di peristiwa lain pula. kata tersebut 'Ikhlas"

kata "Ikhlas" ini berubah ucapan seperti ;'jadi orang itu lha mbokyoo mengerjakan dengan iklhas"

contoh lain : "bagaimana kerjanya bener.... tidak dilakukan dengan ikhlas" bla..... bla..... yg lain.

sekali aku kena ucapan mbok Mintul yang aku amini... tapi setelah mendengar cerita orang lain bahkan akhirnya aku mendengar sendiri kalimat tersebut ditujukan ke orang lain. ingin sekali disuatu hari mbok Mintul berkata seperti itu kepadaku. pastinya akan aku tanyakan: "yang dimaksud Ikhlas itu apa? definisinya? yang bisa menilai tindakan kita dapat disebut ikhlas itu siapa? sama tidak Ikhlas dengan melakukan sesuatu dengan ketulusan hati? padahal tulus tidaknya seseorang melakukan sesuatu yang tahu hanya kita sendiri? kalau tidak tahu ya lebih baik jangan suka mendiskreditkan orang yang tidak disukai atau tidak bisa melakukan sesuatu sepertimu. bukannya Allah dalam menciptakan umat-Nya memberikan kelebihan dan kekurangan masing-masing? Dengan keunikannya itulah kita seharusnya dapat saling menghargai perbedaan demi kebersamaan. lihatlah Bianglala... indah bukan? bianglala begitu indah kerna terjadi dari berbagai warna. begitulah seharusnya kita memandang sesamanya.

"bukan begitu mbok Mintul?" tanyaku kepadanya.
mbok Mintul yang semula berwajah serius dengan mengkerutkan keningnya berucap sangat familier ditelingaku : "Yo mbuh yo?"



hehe



Inilah dialog Mbok Mintul dan Presiden :



Presiden : "Aku dengar dari stafku bahwa mbok Mintul salah satu pejuang pengangkatan pamorku dimata ibu-ibu di gang sawo ini ya?"



Mbok Mintul : "Waduh... saya sendiri sudah lupa tuan presiden!"

presiden : "Lha kok... bisa begitu?"


Mbok Mintul : "Saya berjuang bukan atas nama partai atau kelompok apapun tuan presiden."


Presiden : "Apa yang mendorong mbok Mintul mencuri simpati warga demi kedudukanku?"


Mbok Mintul : "sederhana tuan Presiden. aku ingin memandang ketampananmu seimbang dengan harapanku untuk negri tercinta ini... namun sekarang...."


Presiden : "Sekarang kena apa mbok?"


mbok Mintul : "ketampanan tuan presiden telah hilang sejak tuan memakai konde dan suka mengeluh ke rakyatmu di depan Tv."


Presiden (tidak mau hilang muka) : "Apa yang aku lakukan karena aku pelaku seni. elok tidaknya pagelaran seni tentunya harus dilakukan dengan ekspresi bukan?"


Mbok Mintul (menjawab dengan sewot) : "Bukan!!!!!!"


(Sssssssstttt ini tulisan spontan lagi. kalau salah omelin Presidennya ya?) wakakkkkkk