Di sorga kau tahu Rumah rumah
telah tersedia dibangun
atas nasibmu sepanjang jalan
yang pernah terlintas
Hanya tinggal menghitung
berapa langkah yang mungkir,
namun jangan terlena
Tidak ada sayap sayap yang diterbangkan
nasib-nasib tak pasti
Atau mungkiri pohon pohon
di halaman berbuah bintang bintang
dan rembulan
Atau mungkiri dahan dahan
berlapis bianglala
serta memanjatnya dengan moral
Pintu yang selalu terbuka
isyaratkan tamu datang berbekal
takdirnya sendiri sendiri
Sambutlah!
Jangan biarkan berdiri
menunggu kutukan dari celah bumi
Sebab itu yang pernah kau katakan
ketika lupa jalannya pulang
Di sorga kau tahu Rumah rumah
telah memiliki jendela dengan kaca kaca
terpantul dari mata lembu jantan
Menghias teras rumah dalam serangkaian bunga bunga matahari,
namun jangan kaget Tak akan kau temukan ruang bersekat
yang membeda-bedakan warna kulit
Ini ruang hampa warna. Hampa kata. Hampa angan. Hampa lelaku.
Hanya ada gambar-gambar memacak dinding tak berpaham,
tak bermata namun menyiratkan tatapan dari seberkas mata dipantulan nurani.
Tak bertelinga namun menyuarakan pendengaran dendang kecapi dewi dewi cinta meremajakan kebahagiaan sejati.
Di sorga kau tahu Rumahku rumah bocor beratap jasad kotor mata tubuhku berlumpur
Tak sampai sampai Sekalipun ribuan halaman kitab suci berlembar lembar
bercermin di mata Dijauhnya nurani berjarak
apalagi tak terbaca Karena aku belum membangunnya di sana
Di sorga satu ketika Barangkali akan datang dengan nurani yang sengaja kau buang di luar rumah
Puisi yang bagus :)
ReplyDeleteini bikin sendiri ya?
ini puisinya, Om Dewa Gede Kumarsana. :)
ReplyDeletethanks kunjungannya :)