LIMA SAJAK MENGENAI DAN TENTANG RINDU


lima sajak mengenai dan tentang Rindu ~sajak: Timur Sinar Suprabana





Timur Sinar Suprabana:



rindu



rindu

dan Rinduku kepadamu

selalu

pengin bertemu,

tiap rindu dan Rinduku kepadamu

sesekali bertemu

mengapa tapi selalu lantas membirubisu?



kudekap rindu

dan Rinduku kepadamu

kuperkenalkan mereka pada Kalbu

jalan Sunyi dengan marka warna ungu

yang melurus jauh dalam jiwaku

:terang tapi Bukan kerna lampu

remang tapi Bukan kerna kabut itu



terangremang, remangterang selalu

kerna rindu dan Rinduku kepadamu

tak juga mau henti memerahdadu



jelita dan Ayu!







Timur Sinar Suprabana:



merindumu, Rindu



benar

selalu aku

merindumu, Rindu



menggeletar

melayang sendu

merindumu, Rindu



kerna engkau kirana

bahkan Mata

bagi jiwa



kerna engkau jelita

bahkan Cinta

bagi sukma



Matacinta

dan mataCinta

menjembaku dari segala Fana



memukimkanku di nan Tak terkata



itulah sebab mengapa aku

selalu merindumu, Rindu!







Timur Sinar Suprabana:





rindu tak selalu Rindu



kepada kalbuku

cinta berkata

:rindu tak selalu Rindu

ada kalanya ia hampa

dan meski mendayu

ia percuma

seperti pernyataan cintamu

yang tertunda saat mesti terutara



kerna rindu tak selalu Rindu

maka kubiar diri hilang ingat

tidak saja padamu

tapi juga terhadap banyak riwayat

yang dulu

pernah sempat kaucatat

:di kalbuku

kini terkerat



banyak rindu

yang tapi bukan Rindu



menyembilu!



Timur Sinar Suprabana:



semata Kerna rindu



benar memang

semata Kerna rindu

aku gamang

tiap pengin menyatakan cinta padamu



kubiar rindu makin Ayu

kian Dalu

menghijaubiru semu kelabu

di kalbu

sebab benar memang semata Kerna rindu

tiap detik kautunggu Pulangku o, gustiku

sembari kauhapus neraka dan sorgaku

sebab telah kausiapkan kursi Itu



di sampingmu.





Timur Sinar Suprabana:



semata kerna rindu Juga



tiap kupanggil ia,

“rin! rindu!”

makin menjauh ia



sesudahnya

kerna aku Selalu rindu

cinta kian kelabutua,

segala ungu dan sendu nyaris pilu

bahkan asmara memutih pula

:adakah yang selalu tak berlalu?



dari beranda

kudengar tiktakjam di ruang tamu

tak henti menggoda usia

“ada Salam dari rindu

yang kian kaurindu makin ia

malu bertemu denganmu.”



aku tertawa

tapi bukan kerna sedang Gembira.