MAHKOTA ZAITUN
Memang, Creon namanya
tapi ia bukan paman sekaligus ipar Oedipus sang raja,
perwira tinggi yang mendaki Bukit Delphi, ketika
negerinya dikoyak wabah dan bencana,
untuk bertanya kepada dewa:
siapa pembunuh Raja Laius
putra kebanggaan Labdacus
Ia bukan Creon yang ksatria,
putra Menoeceus dan adik lelaki Jocasta,
bukan pula Creon penguasa Negeri Corintha
: ia hanya hamba sahaya
Diselubungi cahaya setengah gelap
di ruang bawah tanah yang pengap
tubuh dan ruhnya menyatu
dengan bebongkah batu
Tekun memahat dan mengamplas
meluweskan bentuk, mempercantik paras
Tapi, apa daya, di negeri itu manusia
merasa lebih kuasa dibanding dewa-dewa
mereka memaklumatkan sebuah postulat:
keindahan hanya milik kaum bermartabat
Para hamba sahaya
orang-orang tidak merdeka
dilarang mencipta karya seni
ancamannya: hukuman mati
Adakah yang mampu menghentikan
imajinasi dan arus kesadaran
getar hati dan pendar pikiran
geliat naluri dan hasrat menghayati keindahan?
Creon pernah percaya dewa-dewa akan menolongnya
Apollo akan membimbing tangannya yang seolah punya mata
Aphrodite akan meniupkan aura ke setiap patung
dan kelak karyanya disanjung Phidias yang agung
Namun ia sadar hidup di bawah kangkangan penguasa
baginya nasib bukan kemestian yang jatuh dari langit
tapi kemungkinan yang mesti direbut meski dengan sakit
“Creon, berhentilah berduka,” kata Cleone, adiknya
“Jangan putus asa, dewa-dewa akan melindungi kita.
Akan kubawakan makan dan minum untukmu,
selain doa tulus dan cintaku.”
Kemudian, pembukaan festival seni Athena pun tiba
khalayak berduyun ingin menyaksikan aneka karya
Kaisar Pericles bertindak sebagai ketua dewan juri
didampingi Aspasia, perempuan paling cendekia di seluruh negeri,
Phidias
Socrates
Sophocles
Di antara mahakarya para seniman terkemuka
tampak sekelompok patung yang memancarkan pesona
memancing rasa iri para maestro seni
memikat setiap hati
“Siapa pencipta karya gemilang ini?”
Pericles bertanya
Tak seorang pun menjawabnya
Para penjaga mengulang pertanyaan itu
tapi hadirin tetap bisu
“Gadis ini tahu pemahatnya,
tapi ia tak mau menyebutkan nama!”
Seorang petugas menghempaskan tubuh Cleone
orang-orang menghardik dan memaksanya bicara,
gadis itu tetap bungkam demi keselamatan kakaknya
“Biar undang-undang yang memutuskan,” Pericles berfatwa,
“dan saya akan melaksanakannya!”
Menyadari bahaya mengancam jiwa gadis itu
Creon meruyak maju dan berseru
“Wahai, Pericles yang mulia!
Ampuni dia. Sayalah yang salah.
Patung-patung itu buah tangan saya,
benar, tangan seorang hamba sahaya.”
Seketika, para pencari muka pun murka
mereka mendesak agar Creon dijebloskan ke panjara
“Demi kehormatan saya, tidak!”
Pericles berseru sambil berdiri
teriakan orang-orang serentak terhenti
“Pandanglah patung-patung itu dengan mata dan hatimu!
Apollo telah menunjukkan bahwa di Yunani ada yang lebih luhur
dibanding undang-undang yang tidak adil.
Camkanlah, jika kita ingin dihormati,
menjunjung seni akan membuat sebuah bangsa
dikenang lebih hormat dan lebih lama.”
Creon memeluk dan menciumi Cleone
Aspasia memasang mahkota daun zaitun di kepala Creon
1998