RAFI DAN CERITA MENJELANG TIDURNYA (1)


RAFI DAN CERITA MENJELANG TIDURNYA (1)~ oleh Nugroho Suksmanto




Babi





Untuk Rafi, selalu diiringkan cerita oleh ibunya saat akan beranjak ke alam mimpi.

Ibunya seorang yang bijak dan berpengetahuan luas, walaupun suaminya, Pak Hamid, hanyalah seorang lelaki penggarap sawah.

Cerita yang disampaikan ibunya, sering tidak hanya didengarkan oleh Rafi. Kadang ditanggapi dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis. Karena, di madrasah tempatnya bersekolah, diajarkan pelajaran agama, membedah ciptaan dan kehendak Allah, yang tidak beralaskan dogma, melainkan dilengkapi alasan-alasan filosofis yang kadang disertai renungan batiniah, menukik tajam menggugah kesadaran paling dalam dari lubuk hati.

Tentunya semua berawal dari pemahaman kitab suci Alquran yang kadang dibacakan oleh ibunya, kemudian diikuti dengan penjelasan yang tertuang dalam Hadits; rangkuman tindakan dan sabda Nabi.

Rafi selalu terkesan saat mendengar bacaan Alquran, apalagi ketika melantunkan sendiri dalam bahasa aslinya, setelah artinya benar-benar dimengerti dan kemudian diresapi. Sering tanpa disadari Rafi mencucurkan air mata, ketika getar dan cahya ilahi memancar dari kitab suci, membuatnya merasakan alangkah agung dan mulia Sang Pencipta alam semesta.

Rafi yang selalu bergairah mendengarkan cerita, tergerak menjadi gemar membaca, menjadikan sangat luas wawasannya. Apalagi karena dia, menggunakan komputer, senang menjelajah dunia maya, yang memungkinkan dia mencuri informasi dari koran online langganan bapaknya.

Tetapi, koran sering membuatnya pening, karena berita–beritanya, terutama yang terkait dengan situasi politik, sering tak dimengerti dan tak masuk di akal sehatnya. Dan Rafi menjadi lebih pening lagi dengan kehadiran cerita–cerita tentang selebriti saat menonton TV.

Suatu hari Bu Hamid dikejutkan oleh pertanyaan Rafi, saat ingin memulai “cerita menjelang tidur” nya.

“Ibu mengapa Babi diharamkan untuk dimakan, sementara khuldi diperbolehkan. Padahal dalam cerita “Taman Sorga” yang tertera di Alkitab, baik Alquran, Taurat maupun Injil, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi karena memakan buah khuldi yang digambarkan sebagai apel bukan karena memakan babi ?!”

Bu Hamid terpaksa harus merenung terlebih dahulu untuk menjawab pertanyaan anaknya, karena tiada cukup pengetahuan dimiliki berkaitan perkara pengharaman. Yang diketahui, pengharamkan memakan babi jelas-jelas dinyatakan dalam Alquran Surat Al-Baqarah; ayat 173[i], Surat Al-Maidah; ayat 3[ii] dan Surat Al Anam; ayat 145[iii] dan Surat An Nahl; ayat 115[iv], sehingga sangat mudah menjawabnya. Namun pertanyaan tentang mengapa Apel tidak diharamkan, cukup menggelitik pikirannya.

Yang muncul dalam benaknya adalah pergulatan pemikiran dalam upaya membuahkan rumusan untuk memberikan jawaban yang tepat. Untuk itu berbagai aspek permasalahan harus digali untuk mendukung argumentasinya. Dan untuk itu, tiada sedikitpun keberanian dalam dirinya menentang kehendak dan yang diinginkan oleh Sang Maha Kuasa. Semuanya dilandasi semangat penghambaan kepada Allah Aza Wa Jalla. Namun bukanlah dilandasi rasa takut, karena yang terbayang dalam pikirannya, Tuhan bukanlah monster atau berhala, melainkan Dzat yang Maha mulia, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alasan cinta pada-Nya lah yang akhirnya melandasi upaya menghadirkan jawaban bagi anak yang disayanginya.

Kemudian satu persatu yang diingat dan dipahami, dirangkum dalam benaknya.

Pertama; Perkara yang dibahas dalam Alquran adalah perkara mendasar tentang kehidupan dunia fana yang berkaitan dengan moralitas, dan kehidupan alam ghaib yang menghadirkan akhirat yang merupakan kehidupan kekal; terminal akhir manusia menjalani kodrat dan takdirnya.

Kedua; Alquran diturunkan dalam bahasa firman atau bahasa perasaan, berisikan perumpamaan-perumpamaan, sebagai sejelas-jelasnya Alkitab, bagi orang-orang yang beriman dan berilmu. Tersirat pesan, iman dikedepankan dan kemudian ilmu menyertai, dalam upaya memahami.

Namun, walaupun jelas, tetapi karena merupakan bahasa perasaan yang berisi perumpamaan-perumpamaan metaforik, yang tersamar (mutasyabihat) sifatnya, pemahaman dapat melahirkan penafsiran yang tidak sama. Ketika itu terjadi, bila, ... sekali lagi, bila membuahkan keraguan, Tuhan memerintahkan untuk mengikuti petunjuk Rasul. Tetapi kepada orang-orang yang berilmu dianjurkan untuk seluas-luasnya menggali maknanya, namun tidak diperkenankan digunakan untuk menyalahkan atau bahkan memfitnah mereka yang memiliki pengertian berbeda. Karena, atas ayat-ayat tersamar (mutasyabihat) tersebut, hanyalah Tuhan yang tahu takwil sebenarnya.

Karena cukup lama tertegun dan merenungkan apa yang akan menjadikan jawaban, terlihat Rafi telah mengatupkan kelopak matanya. Mungkin karena kelelahan saat sepanjang siang bermain dengan teman-teman sekampung, sepulang dari sekolah, hingga dia lebih cepat melangkah ke alam mimpi. Dengan demikian lebih memberikan kesempatan Bu Hamid dalam mencari bahan untuk menghadirkan jawaban atas pertanyaan anaknya.



... berlanjut !





[i] “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah :173)





[ii] “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Maidah : 3)





[iii] “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al An’am :145)





[iv] “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS An Nahl :115)