Selamat Datang dan salam sejahtera untuk ke semua pengunjung Blog Sastra Indonesia. Semoga hari ini hari baik untuk kita semua merampungkan segala hal berkait dengan kehidupan dan kebahagiaannya. aamiin.
Baiklah kali ini Blog Sastra Indonesia ingin sharing tentang 12 Penulis Puisi yang Terkenal di Indonesia versi Blog Sastra Indonesia, penulis-penulis yang tercantum dibawah ini tidak diragukan lagi kualitas dan totalitasnya dalam berkarya. Siapakah 12 penulis tersebut? yuk Langsung read it...
1. Chairil Anwar
Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara,
26 Juli 1922 adalah penyair terkemuka Indonesia. Sering dijuluki sebagai “Si
Binatang Jalang” karena salah
satu puisinya yang berjudul “Aku” atau “Semangat”.
Oleh H.B. Jassin, Chairil Anwar dikatakan
sebagai pelopor dari Angkatan 45 dan puisi modern Indonesia. Namanya mulai
terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah
Nisanpada tahu 1942, saat
itu usianya baru 20 tahun. Selama hidupnya, dia telah menulis sekitar 94 karya,
ini termasuk 70 puisi. Semua tulisannya tersebut diterbitkan dalam bentuk
kompilasi oleh Pustaka Rakyatdengan judul Deru Campur Debu (1949),
Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir
(1950; bersama Asrul Sani dan Rivai Apin). Karya Chairil Anwar sempat ditolak oleh majalah Pandji
Pustaka karena dianggap
terlalu individualitas dan moderat dari aturan-aturan puisi saat itu.
Karya-karyanya tersebar dalam tulisan-tulisan di atas kertas murahan saat
pendudukan Jepang. Namun nyatanya, siapa yang tidak mengenal Chairil Anwar
sekarang? Bahkan di luar negri, puisinya berjudul aku ditulis pada sebuah
tembok dan menjadi monument.
2. Asrul Sani
Asrul Sani, lahir di Rao, Sumatera Barat, 10
Juni 1926, adalah seorang sastrawan dan sutradara film yang ternama di
Indonesia. Dia dikenal sebagai salah satu pelopor Angkatan 45, bersama-sama
dengan Chairil Anwar. Antologi Tiga Menguak Takdir yang ditulisnya bersama-sama dengan
Chairil Anwar dan Rivai Apin membuat karir kepenyairannya menanjak. Selain itu,
mereka juga memproklamirkan manifestasi sikap kebudayaan mereka dengan Surat
Kepercayaan Gelanggang, diaman hal ini membuat mereka memiliki nama dikalangan
sastrawan.
3. Sitor Situmorang
Sitor Situmorang dilahirkan dengan nama Raja Usu dengan marga
Situmoran dari Suku Batak Toba. Dia lahir di Harianboho, Tapanuli Utara,
Sumatera Utara, 2 Oktober 1923. Sitor Situmorang dikenal sebagai wartawan,
sastrawan, dan penyair Indonesia.
Karir kepenyairannya dikatakan oleh A. Teeuw bersinar setelah
meninggalnya Chairil Anwar. Dia memulai kariernya sebagai wartawan harian Suara
Nasional dan harian Waspada. Dia juga pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan
Departemen P & K, dosen Akademi Teater Nasional Indonesia, anggota Dewan
Nasional, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mewakili kalangan
seniman, anggota Badan Pertimbangan Ilmu Pengetahuan, dan Ketua Lembaga
Kebudayaan nasional. Pada masa pemerintahan Orde Baru, Sitor pernah dipenjara
sebagai tahanan politik di Jakarta mulai tahun 1967-1974.
Karya-karyanya antara lain Surat
Kertas Hijau (kumpulan puisi
(1954), Jalan Mutiara (drama (1954), Dalam Sajak (kumpulan puisi (1955), Wajah
Tak Bernama (kumpulan puisi
(1956), Rapar Anak Jalang (1955), Zaman Baru (kumpulan puisi (1962), Pangeran(kumpulan cerpen (1963), Sastra
Revolusioner (kumpulan esai
(1965),Dinding Waktu (kumpulan puisi (1976), Sitor
Situmorang Sastrawan 45, Penyair Danau Toba (otobiografi (1981), Danau
Toba (kumpulan cerpen
(1981), Angin Danau (kumpulan
puisi (1982), Bunga di Atas Batu (kumpulan puisi (1989), Toba na
Sae (1993), Guru
Somalaing dan Modigliani Utusan Raja Rom (sejarah lokal (1993), Rindu
Kelana(kumpulan puisi
(1994), dan Peta Perjalanan (kumpulan puisi) yang mendapatkan Hadiah Puisi Dewan
Kesenian Jakarta 1976.
4. Sutardji Calzoum Bahcri
Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni
1941, adalah seorang penyair terkemuka Indonesia. Pada awal karir
kepenulisannya karya-karya Sutardji dimuat dalam surat kabar di Bandung,
kemudian sajak-sajaknya dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta
ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Melalui sajak-sajaknya Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai
pembaharu perpuisian di Indonesia setelah periode Angkatan 45. Terutama karena
kredo kepenyairan yang diungkapkannya bahwa hendak membebaskan kata-kata dari
kungkungan makna, dan kata hendak dikembalikannya pada fungsi kata yang
sebenarnya (yaitu sebagai penanda) seperti dalam mantra. Selain itu, dia juga
memperkenalkan cara membaca puisi yang baru dan unik di dunia kesusastraan
Indonesia.
Kumpulan sajaknya yang berjudul O Amuk Kapak adalah penerbitan
lengkap dari sajak-sajak Sutardji dari periode penulisan 1966 sampai 1979,
antologi ini merupakan gabungan dari tiga antologi sebelumnya yang berjudul
sama yaitu O, Amuk, dan Kapak. Kupulan sajak O Amuk Kapak ini mencerminkan
secara jelas pembaharuan yang dilakukan Sutardji pada perpuisian di Indonesia.
Walaupun sayangnya, dia sudah berubah aliran di masa tuanya sekarang ini dalam
hal menulis puisi.
5. Abdul Hadi Wiji Muthari
Prof. Dr. Abdul Hadi Wiji Muthari atau yang lebih dikenal dengan
nama Abdul Hadi WM, lahir di Sumenep, 24 Juni 1946 adalah seorang sastrawan
budayawan, dan ahli filsafat Indonesia. Dia dikenal karena karya-karyanya yang
bercorak sufistik dan penelitan-penetiannya dalam bidan kesusastraan Malyu di
Nusantara, serta pandangan-pandangannya tentang Islma dan Pluralisme.
Para pengamat kesenian menyebutnya sebagai pencipta puisi Sufis
di era 70-an. Karena karya-karyanya banyak berisi tentang kesepian, kematian,
dan waktu. Karena itu, dia sering dibandingkan dengan sahabatnya, yaitu Taufik
Ismail, yang juga kerap menulis puisi religi.
Karya-karnya antara lain At Last
We Meet Again, Arjuna in Meditation (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan
Darmanto Yatman), Laut belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin,
Potret panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura:
Luar Prabhang dan Pembawa Matahari, dan lain-lain.
6. Taufiq Ismail
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatra barat, 25 Juni 1935,
adalah seorang penyair dan sastrawan Indonesia. Sejak masih di SMA, dia sudah
bercita-cita akan menjadi seorang sastrawan. Untuk menbiayai mimpi sastranya
itu, dia menjadi dokter hewan dan ahli peternakan, agar bisa memiliki bisnis
peternakannya sendiri (tapi ini gagal, dan tidak terlaksana).
Oleh H.B. Jassin, Taufiq Ismail disebut
sebagai penyair Angkatan 66. Tapi Taufiq Ismail merisaukannya karena takut
merasa puas dan membuatnya malas menulis lagi. Karya-karyanya antara lain Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu
Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi
Langit, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika
Warna, Seulawan-Antologi Sastra Aceh, dan masih banyka lagi.
7. W.S. Rendra
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau yang lebih dikenal
dengan nama W.S. Rendra lahir di Solo, Hindia Belanda, 7 November 1935, adalah
sastrawan besar Indonesia.
Sejak muda, dia telah memulai karir
sastrawannya dengan menulis banyak puisi, naskah drama, cerpen, dan esai sastra
di banyka media massa. Puisinya pertama kali dipublikasikan pada tahun 1952 di
majalah Siasat. Dari situ,
puisi-puisinya terus dipublikasikan di berbagai majalah pada masa itu seperti
malajalah Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Dan terus berlanjut pada decade 60-an sampai
70-an.
Dalam bukunya yang berjudul Sastra
Indonesia Modern II (1989),
A. Teeuw mengatakan bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern, Rendra
tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45,
Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia
mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri. Karya-karyanya antara lain Ballada
Orang-orang Tercinta (Kumpulan sajak, Blues untuk Bonnie, Empat Kumpulan Sajak,
Sajak-sajak Sepatu Tua, Mencari Bapak, Perjalanan Bu Aminah, Nyanyian Orang
Urakan, Pamphleten van een Dichter, Potret Pembangunan Dalam Puisi, Disebabkan
Oleh Angin, Orang Orang Rangkasbitung, Rendra: Ballads and Blues Poem, State of
Emergency, dan Do’a
Untuk Anak-Cucu.
8. Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono, lahir di
Surakarta, 20 maret 1940, adalah seorang penyair Indonesia. Akrab disebut SDD,
dikenal melalui puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana dan
romantis. Beberapa puisinya sangat populer dan dikenal oleh banyak lapisan
masyarakat, misalnya puisinya yang berjudul Aku
Ingin, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di
Waktu Pagi Hari. Sebagian besar
kepopuleran puisinya ini disebabkan karena puisi-puisi sapardi dibuat
musikalisasinya.
9. Kh. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus)
K.H. Ahmad Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan nama Gus
Mus, lahir di Rembang, Jawa tengah, 10 Agustus 1944, adalah seorang penyair dan
penulis kolom yang sangat dikenal dikalangan sastrawan. Selain itu, dia juga
adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin di Leteh, Rembang, Salah
seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa, dan sekaligus perancang logo
PKB yang digunakan hingga sekarang ini.
Karya-karyanya antara lain Syair
Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi
Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Antalogi Puisi (Prima Pustaka
Yogya, 1993), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1996), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz,
Rembang, 1997), dan lain-lain.
10. Ajip Rosidi
Ajib Rosidi, lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31
Januari 1938, adalah sastrawan, penulis, budayawan, dosen, pendiri dan redaktur
beberapa penerbit, serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage.
Menurut Dr. Ulrich Kratz, Ajip Rosidi adalah pengarang sajak
dan cerita pendek yang paling produktif sampai tahun 1983, dengan 326 judul
karyanya yang dimuat dalam 22 majalah. Buku pertamanya yang berjudul
Tahun-tahun Kematian terbit ketika dia berusia 17 tahun. Dia juga menulis
kumpulan sajak, kumpulan cerpen, roman, drama, esai dan kritik, hasil
penelitian, dan lain-lain.
11. Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib atau yang lebih dikenal dengan nama
Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953,
adalah seorang tokoh intelektual yang mengusung tema islami. Dia juga dikenal
sebagai seniman, budayawan, dan penyair.
Karya-karya puisinya antara lain “M” Frustasi (1976), Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), Sajak-Sajak
Cinta (1978), Nyanyian Gelandangan (1982), 102 Untuk Tuhanku (1983), Suluk
Pesisiran (1989), Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990), Cahaya
Maha Cahaya (1991), Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), Abacadabra (1994),
dan Syair-syair Asmaul Husna (1994).
12. Timur Sinar Suprabana
Timur Sinar Suprabana (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 4 Mei
1963; umur 49 tahun) adalah salah satu penyair di Jawa Tengah. Putra
dari pasangan Bolo Soetiman dan Moenasijah Mu. Sejak awal
dasawarsa 1980 hingga kini, ratusan puisinya terpublikasikan melalui berbagai
media massa yang terbit di tanah air antara lain Kompas, Suara Merdeka,
Kedaulatan Rakyat, Media Indonesia, Suara Pembaruan, dan lain-lain. Dia juga
mengkomunikasikan karya-karyanya ke publik melalui pembacaan puisi yang
dilakukannya berkeliling di banyak kota di Indonesia.
Selain menyair, Timur juga menulis cerita pendek, esai,
kritik seni, reportase sosial-budaya, dan naskah drama, serta bergiat di
forum-forum kebudayaan Jawa Tengah. Ia mengelola Rumah Budaya gubuGPenceng dan
mengisi waktu luangnya dengan melukis serta bertanam bunga, serta memelihara
kura-kura. Saat ini Timur menetap di Semarang bersama istrinya, Dewi
Nurliyanti, dan dua putri kandung mereka, Langit Hijau dan Laut Padi.
Aktivitas
Timur adalah sosok seniman Semarang yang tak mau diam dalam
karya. Sejak tahun 1983, Timur sudah mengikuti sekurang-kurangnya 57 kegiatan
Festival Seni, Sastra, ataupun Budaya di berbagai kota di Indonesia.
Antologi Puisi
Gobang Semarang (2009, Penerbit KATA KITA)
Sihir Cinta (2008, Penerbit gubuGPenceng dan Taman Budaya
Jawa Tengah)
Langit Semarang (2008, Penerbit gubuGPenceng dan Taman
Budaya Jawa Tengah)
Dua Hati (2008, Penerbit gubuGPenceng dan Taman Budaya Jawa
Tengah)
Dengan Cinta (2007), Nyanyian dari Ruang di Garistangan
(bersama 5 penyair, 2007)
Lembah yang Tak Henti Bernyanyi (2007, bersama 3 penyair)
Malam (2005)
Matasunyi (2005)
Itulah 12 penulis puisi terkenal di indonesia versi Blog
Sastra Indonesia. Tentu saja masih banyak yang juga terkenal dan memiliki
popularitas yang sama, tapi ini kali Blog Sastra Indonesia baru bisa share 12
penulis puisi yang semoga dapat memberi kita inspirasi dan motivasi untuk bisa
menjadi seperti 12 penulis puisi di atas.
Terima Kasih sudah berkunjung di Blog sederhana ini. Semoga
da manfaat yang bisa didapat dan manfaat. Aamiin.
0 Response to " Penulis Puisi Terkenal di Indonesia"
Post a Comment
Pijakilah Setiap yang Kau Baca dengan Komentar Manismu.