* Sekarang muncul kembali wacana yang melahirkan desakan untuk memberlakukan peraturan yang memerintahkan untuk menjalankan syariat, bagaimana menurut sampeyan Gus, setuju nggak ?
.
Gus Dur ; Syariat itu perintah Tuhan. Wajib hukumnya. Tetapi harus dilakukan karena kesadaran, bukan karena paksaan. Menjalani syariat karena terpaksa, hanya akan melahirkan hipokrisi alias kemunafikan. Tak lebih dari pada tindakan berpura - pura, suatu sikap yang paling dibenci Tuhan. Dosanya lebih besar dari pada dosa karena kekafiran.
Orang munafik itu musuh dalam selimut, lebih berbahaya dari pada musuh di ujung pedang. Orang kafir adalah "musuh besar" Islam sedang orang munafik itu "musuh utama" Islam.
Kalau diibaratkan kerusakan tulang manusia, kekafiran itu sebagai kekuatan besar yang dapat menghancurkan tulang manusia, sedangkan kemunafikan itu seperti penyakit osteoporosis yang mnggerogoti tulang dari dalam, sehingga tak lama semua tulang serta sendi-sendinya rapuh dan akhirnya mengalami kehancuran.
Nah, kalau paksaan tanpa diiringi upaya peningkatan kesadaran, kemudian lebih memunculkan kemunafikan, kan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup beragama.
.
*Tapi Gus, tanpa kesadaran menjalankan syariat, masyarakat akan mengalami dekadensi/kemerosotan moral.
.
Gus Dur : Betul, tetapi yang perlu ditumbuhkan adalah kesadarannya bukan memaksakan pelaksanaan syariatnya. Kesadaran untuk menjalankan syariat akan menghadirkan suasana pencerahan pada saat kita melaksanakan syariat, hingga menumbuhkan akhlak mulia, yang kemudian melahirkan kesalehan sosial, yang direfleksikan dalam perilaku umat. Bukan menghasilkan hanya kesalehkan ritual yang dapat berujung “ria”, yaitu bersyariat untuk pamer atau mendapatkan pujian dan penghargaan. Itu dosa sangat besar menurut Alquran. Bahkan kalau kita pahami benar, apa yang dinyatakan dalam Alquran, “ria” itu lebih “dibenci” Tuhan dari pada mereka yang tidak menjalankan syariat sama sekali.
Karena, kelakuan seperti "ria" itu merusak Islam sebagai agama yang menuntun hamba menuju khaliknya. Sementara orang-orang "ria" menggunakan agama sebagai instrumen untuk pamer dan gagah-gagahan yang melenceng dari tujuan beragama.