DI HAMBURG SEPI MENGHAMBUR
Kecuali kelam cuma angin compang-camping
seusai sepi merajamkan sejuta taring
Hawa jekut bersalto di perut gelandangan
bayang-bayang maut dari ghetto masa silam
Sepi menjalar, mendesis di lurung-lurung gedung
lidahnya menjilati patung-patung di taman
Udara menggelepar, menanggung gaung
menebar bau rawan peraduan
Dan di danau yang menyerupai genangan mimpi
sulur-sulur cahaya seakan pendar fosfor akar kuldi
Gesau Gestapo telah lama tenggelam di dasar danau itu
tapi masih tersisa isyarat yang mengeruhkan kalbu
: di lorong-lorong Metro, ketika rinding riuh kehilangan echo,
lolong sengau dan kerling menjauh bagi kulit sawo
Sepi meringkuk berselimut kabut tebal
di pucuk menara katedral
dengkur lembut yang ngalir dari bawah sadarnya
melantunkan Talmud dan mimpinya sinagoga
Riap tunas kembang menyingkap jangat bumi
: ada yang sedang berdandan, barangkali musim semi
Busut-busut salju mulai memuai
bagai lisut seprai. Rambut angin kusut masai
Yang berlanjut cuma kelam
merajut kelamin ke kelambu malam
Nafsu yang menggerakkan waktu
nafas yang menafikan belenggu beku
Tubuh yang melimbak
butuh yang meliur
Ke dalam sajak
sepi menghambur
1997